Langkah Terakhir di Bawah Lampu Kota: Patroli Purna Tugas AKBP Mukhlason, "Polisi yang Tak Pernah Istirahat”
Jatimnews.info || Kediri Kota - Menjelang tengah malam, pada 30 April 2025, suara deru motor polisi memecah sunyi Kota Kediri. Di atas motor itu, AKBP Mukhlason, S.H. masih tampak gagah, mengenakan seragam dinasnya. Ditemani AKP Iwan Setiyo Budi—pengganti resminya sebagai Kabag Ops Polres Kediri Kota—dan Kasi Propam IPTU Didik, ia melaju melintasi jalanan kota yang mulai lengang.
Bukan untuk seremoni perpisahan. Bukan pula karena ada perintah dinas mendadak. Patroli malam itu adalah bentuk tanggung jawab pribadi seorang polisi yang tak mengenal kata istirahat. Patroli itu adalah salam perpisahan dalam bentuk yang paling jujur—dari seorang abdi negara kepada kota yang telah dipercayakan kepadanya.
AKBP Mukhlason akan resmi purna tugas pada 1 Mei 2025, tepat pukul 00.00 WIB. Namun, dua hari sebelum tanggal itu, ia masih menjalankan tanggung jawabnya dengan penuh semangat. Tanpa pamit manis di ruang upacara, ia memilih keliling kota, menengok Polsek demi Polsek, dan memastikan setiap sudut Kediri tetap aman.
“Wilayah harus aman sebelum saya lepas seragam ini,” begitu kira-kira prinsip yang ia jalani.
Polisi yang Tak Mengenal Kata Istirahat
Nama AKBP Mukhlason bukan nama baru di kalangan personel dan warga Kediri. Ia dikenal bukan hanya sebagai Kabag Ops yang disiplin, tapi juga sebagai sosok yang tak segan turun langsung, bahkan dalam operasi pengejaran kejahatan hingga ke perbatasan. Semasa menjabat Kapolsek Mojoroto dengan pangkat Kompol, ia kerap memimpin patroli malam hari, bahkan saat jam istirahat telah lama berlalu.
Salah satu tempat yang jadi perhatiannya adalah Jembatan Lama Kota Kediri—situs bersejarah yang telah ditetapkan sebagai cagar budaya tingkat nasional. Di jembatan ini, beberapa kali ia membubarkan kerumunan remaja yang kerap nongkrong sambil mengonsumsi minuman keras di dini hari. Ia paham betul bahwa tempat itu bukan sembarang tempat: ia bagian dari sejarah, dan harus dilindungi sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.
“Tempat bersejarah itu bukan untuk disalahgunakan. Jangan nodai warisan bangsa,” katanya suatu malam ketika menertibkan pemuda-pemuda yang secara sah telah menyalahi peruntukan ruang publik.
Patroli Terakhir, Tapi Tidak Biasa
Dalam patroli terakhirnya itu, AKBP Mukhlason tak hanya berkeliling untuk ‘cek lokasi’. Ia menunjuk satu demi satu titik rawan gesekan antar perguruan pencak silat, area yang sering jadi lokasi kejahatan jalanan, hingga lokasi-lokasi yang harus mendapat perhatian ekstra saat malam larut. Ia juga sempat mampir ke beberapa Polsek, berdialog dengan anggota jaga, memberikan arahan, dan menekankan kembali: “Lakukan tugas dengan ikhlas. Jangan sakiti masyarakat.”
Tak ada selebrasi. Tak ada bunga perpisahan. Tapi dari sorot matanya yang teduh dan langkahnya yang mantap, semua tahu: ini adalah pengabdian yang datang dari hati.
Tepat pukul 00.00 WIB, AKBP Mukhlason telah kembali ke Mako Polres Kediri Kota. Tanpa kata, ia menuju masjid. Melepaskan seragam dinasnya. Berganti baju sipil. Mengambil air wudhu. Lalu menunaikan shalat taubat, memohon ampun, mungkin atas segala khilaf dalam tugasnya selama ini.
Pengabdian yang Tidak Usang
Ia juga mengembalikan semua inventaris dinas dengan kondisi baik. Bukan karena formalitas, tetapi karena bagi Mukhlason, barang-barang itu bukan sekadar alat kerja—mereka adalah bagian dari tugas suci yang diemban dengan penuh rasa hormat.
AKBP Mukhlason bukan hanya melepas tugas. Ia memberi contoh tentang arti pengabdian. Bahwa menjadi polisi bukan soal masa jabatan, tapi soal komitmen. Hingga titik akhir.
Dan malam itu, Kota Kediri tahu: ada seorang perwira yang berpamitan dengan doa, bukan tepuk tangan.
Ia pergi dengan tenang—karena telah menunaikan segalanya dengan penuh keyakinan. Dan mungkin, kota ini akan merindukan langkahnya. (Red)
Posting Komentar