Ketua Kadin Bojonegoro Gatot Rianto Prabowo: Proyek Bioetanol-Metanol Wajib Libatkan Konten dan Warga Lokal

Jatimnews.info || Bojonegoro – Pemerintah pusat akan membangun pabrik bioetanol-metanol di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, dengan nilai investasi mencapai Rp 22,8 triliun. Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bojonegoro berharap proyek strategis nasional (PSN) ini memberikan multiplier effect bagi masyarakat lokal. Sabtu, 24/05/2025.

“Saat di konferensi awak media Jatimnews.info/JatimnewsTV, Ketua Kadin Bojonegoro, Gatot Rianto Prabowo mengatakan Proyek ini wajib melibatkan konten lokal, agar bisa memberikan efek berantai bagi masyarakat Bojonegoro,” terangnya.

Gatot, panggilan akrabnya, menambahkan, masyarakat Bojonegoro sudah memiliki pengalaman di proyek migas. Proyek tersebut telah memberikan multiplier effect bagi masyarakat luas, baik sebagai tenaga kerja maupun menciptakan peluang usaha bagi pengusaha lokal.

“Proyek bioetanol-metanol ini kan sama dengan proyek migas. Intinya harus bisa memberikan kesejahteraan masyarakat khususnya Bojonegoro, dan Indonesia pada umumnya,” imbuhnya.

Menurut Gatot, pelaksana proyek bioetanol-metanol harus terbuka sejak awal agar konten lokal Bojonegoro bisa terlibat maksimal. Keterbukaan tersebut bisa dilakukan sebelum proyek dimulai. Tujuannya agar konten lokal bisa mengetahui peluang usaha maupun pekerjaan yang dibutuhkan oleh pelaksana proyek.

“Pengalaman selama ini pengusaha maupun pekerja lokal tidak bisa terlibat maksimal karena pemberi atau pemilik proyek tidak mau terbuka. Akibatnya konten lokal tidak mengetahui peluang usaha dan pekerjaan sesuai klasifikasi yang dibutuhkan proyek,” ungkapnya.

“Untuk (peluang) ini jangan disampaikan mendadak. Ini akan menjadikan pengusaha maupun pekerja lokal kelabakan, dan akan menjadi alasan bagi kontraktor pelaksana proyek bioetanol-metanol mencari pengusaha maupun pekerja dari luar daerah. Jadi harus diantisipasi. Semua harus dikomunikasikan sejak awal, dan kami siap untuk diajak bicara menyiapkan kebutuhan yang dibutuhkan proyek.” 

Selanjutnya, Selain keterbukaan Gatot berharap, Pemerintah Kabupaten Bojonegoro harus bisa memfasilitasi dan menjembatani kepentingan konten lokal dengan investor maupun pelaksana proyek bioetanol-metanol. Agar proyek berjalan sesuai target, dan tidak meninggalkan konten lokal.

“Pemkab wajib memproteksi konten lokal. Itu bisa dilakukan Pemkab dengan cara meminta kepada pelaksana proyek bioetanol-metanol untuk terbuka sejak awal terkait peluang usaha dan kerja yang bisa ditangkap konten lokal,” jelas Gatot pria asli Desa Jari, Kecamatan Gondang ini.

Pembangunan pabrik bioetanol-metanol di Kabupaten Bojonegoro rencananya akan menempati kawasan lahan hutan RPH Sawitrejo turut Desa Bandungrejo, Kecamatan Ngasem. Perhutani KPH Bojonegoro telah menyiapkan lahan seluas 5.130 hektar. Rinciannya, 130 hektar untuk pembangunan lokasi pabrik, dan 500 hektar untuk bahan baku pendukung operasi.

Pembangunan pabrik bioetanol-metanol di Bojonegoro rencananya dioperasikan oleh PT Butonas Petrochemical Indonesia (BPI) atau PT Butonas Petrochemical Energy (BPE). BPI merupakan perusahaan baru yang berdiri pada tahun 2021 lalu, dan mayoritas sahamnya dimiliki oleh PT Trinusa Resources.

Pengembangan pabrik bioetanol-metanol di Kabupaten Bojonegoro, telah ditetapkan sebagai salah satu dari 77 PSN. Penetapan tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 12 tahun 2025 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2025-2029 yang ditanda tangani Presiden Prabowo pada 10 Februari 2025 lalu.

"Total investasi dua proyek ini mencapai Rp 22, 8 triliun. Tujuan pembangunan pabrik bioetanol-metanol untuk mengurangi impor BBM."

Pabrik bioetanol akan memproduksi bahan bakar nabati ramah lingkungan pengganti BBM. Sedangkan metanol akan memproduksi BBM siap pakai. Kedua pabrik ini akan membutuhkan suplai gas dari lapangan unitisasi Jambaran-Tiung (JTB) di Desa Bandungrejo, yang dikelola Pertamina EP Cepu.

Menteri ESDM Menteri Bahlil Lahadalia sebelumnya menyampaikan, pembangunan pabrik bioetanol-metanol di Bojonegoro ini merupakan salah satu program hilirisasi gas, setelah Indonesia berhasil menggarap hilirisasi nikel. Di Kabupaten Bojonegoro sendiri terdapat lapangan gas J-TB yang saat ini sudah produksi.

“80% methaol Indonesia berasal dari impor. Kalau itu pabriknya dibangun di sini tentu kita bisa penuhi kebutuhan dalam negeri, dan akan memberikan multiplier effect dan menumbuhkan perekonomian daerah,” pungkasnya.

Jurnalis: Babe 

Editor: Harijono