Desa Bandungan Jaga Tradisi Nyadran di Tengah Derasnya Arus Digitalisasi

Jatimnews.info || Madiun - 20 Juni 2025 – Di era digital yang kian meresap ke setiap sendi kehidupan, masyarakat Desa Bandungan, Kecamatan Saradan, Kabupaten Madiun, membuktikan bahwa warisan budaya tak akan luntur. Hari ini, Jumat Pon, 20 Juni 2025, seluruh warga dari Dusun Pare dan Dusun Jenangan serentak menggelar tradisi Nyadran, juga dikenal sebagai Bersih Desa atau Sedekah Bumi. 

Ini adalah sebuah tradisi leluhur yang tak hanya dijaga, tapi juga dihidupkan dengan semangat kebersamaan dan rasa syukur yang mendalam.

Tradisi tahunan ini bukan sekadar rutinitas, melainkan cerminan nilai-nilai luhur yang dipegang teguh. Kepala Desa Bandungan, Hudi Utomo, mengungkapkan, "Tradisi Nyadran ini adalah fondasi bagi keguyuban dan kerukunan warga kami. Di era digital ini, justru semakin penting bagi kita untuk berpegang pada nilai-nilai ini agar tidak tercerabut dari akar budaya kita," terangnya.

Nyadran: Perekat Silaturahmi di Tengah Konektivitas Virtual

Di tengah hiruk pikuk media sosial dan komunikasi virtual, Nyadran hadir sebagai penyejuk yang mengingatkan akan pentingnya interaksi langsung dan kebersamaan fisik. 

Seluruh rangkaian acara Nyadran di desa Bandungan telah dipersiapkan dengan cermat. Dimulai dengan do'a bersama yang melibatkan umat Katolik dan Muslim, momen ini secara nyata merefleksikan nilai toleransi dan keberagaman yang erat terjalin di masyarakat.

Puncak perayaan nanti malam akan dimeriahkan dengan pertunjukan Langen Beksa Tayub. Kesenian tradisional ini merupakan bagian tak terpisahkan dari upaya "nguri-uri" (melestarikan) budaya Jawa. 

"Pertunjukan Tayub ini bukan hanya hiburan, tetapi juga sarana edukasi bagi generasi muda kami tentang kekayaan budaya yang dimiliki. Ini adalah warisan berharga dari para leluhur yang harus terus dikembangkan dan dijaga," tambah Hudi Utomo.

Makna dan Relevansi Nyadran di Era Digital, di tengah banjir informasi digital, Nyadran menawarkan jeda untuk merefleksikan makna hidup dan menjalin kembali ikatan sosial yang seringkali tergerus oleh individualisme. 

Nilai Syukur dan Penghormatan Alam: Nyadran adalah bentuk nyata rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala berkah dan panen yang melimpah. 

Di era di mana eksploitasi alam semakin masif, tradisi ini mengingatkan kita akan pentingnya menjaga keseimbangan dan kelestarian lingkungan.

Gotong Royong dan Kebersamaan: Persiapan dan pelaksanaan Nyadran melibatkan seluruh elemen masyarakat. Ini memperkuat semangat gotong royong dan kebersamaan, sebuah nilai yang tak ternilai di tengah kecenderungan interaksi online yang kurang mendalam.

Pelestarian Identitas Budaya: Di tengah serbuan budaya global, Nyadran menjadi benteng yang menjaga identitas lokal. Dengan melestarikan tradisi ini, masyarakat desa Bandungan memastikan bahwa generasi mendatang tidak akan kehilangan jejak akar budaya mereka.

Kerukunan Antar Umat Beragama: Kehadiran doa bersama umat Katolik dan Muslim dalam satu acara Nyadran adalah contoh nyata bagaimana tradisi budaya dapat menjadi jembatan untuk mempererat kerukunan antar umat beragama, sebuah pelajaran berharga di tengah tantangan polarisasi di era digital.

"Harapannya, kegiatan ini betul-betul membawa manfaat dan bisa menambah keguyuban serta kerukunan antar warga Desa Bandungan," ujar salah satu perwakilan warga.

Dengan semangat kebersamaan dan komitmen untuk melestarikan tradisi, masyarakat desa Bandungan berharap dapat terus hidup rukun, ayem, dan tentram. Nyadran bukan sekadar seremonial, melainkan pijakan kuat yang memastikan desa Bandungan tetap menjadi desa yang damai, sejahtera, dan berbudaya, mampu menyeimbangkan kemajuan digital dengan kearifan lokal.

Jurnalis: Sukini

Editor: Harijono