Gelar Aksi Damai: Paguyuban Jaranan Kota Kediri Tuntut Pengeroyokan Barongan Segera Ditangkap
Jatimnews.info || Kediri Kota – Suasana yang semula hangat dan penuh semangat budaya mendadak berubah tegang. Di tengah irama gamelan dan gerak gagah para penari barong, sekelompok orang dalam keadaan mabuk mencoba memancing keributan. Sorak riuh penonton berganti dengan teriakan panik ketika salah satu barongan yang mendekati kerumunan justru menjadi sasaran amukan.
Aparat yang berjaga mencoba menenangkan situasi, namun upaya damai itu malah berbalas perlawanan. Dalam kekacauan itu, seorang pemabuk diduga sempat mendapat tamparan dari oknum polisi yang mencoba menghalau kerusuhan.
Selanjutnya, kejadian ini kemudian diangkat kembali oleh Paguyuban Wahyu Kridha Budaya, komunitas seni jaranan di Kota Kediri, saat mereka menggelar aksi damai di depan Mapolres Kediri Kota, pada hari Kamis 16/10/2025.
Saat di konfirmasi awak media Jatimnews.info/JatimnewsTV saat orasinya, Moh. Hanif, pengasuh paguyuban, menyampaikan tuntutan mereka: pelaku kerusuhan harus segera ditangkap dan diproses hukum.
“Mereka itu bukan korban, tapi biang keributan. Mereka yang memancing masalah, lalu justru menari barongan kami yang dikeroyok. Pak Soni, sebagai Bhabinkamtibmas, hanya berusaha meredam situasi, tapi malah diserang balik,” terang Hanif dengan suara lantang.
Saat insiden yang menjadi korban adalah Naufal Islahul Ubaidillah, warga jalan Patimura, Kelurahan Jagalan, Kota Kediri, telah melaporkan peristiwa pengeroyokan yang menimpanya.
"Menurut Hanif, laporan resmi telah diterima oleh pihak kepolisian. “Begitu kejadian, kami langsung menuju Polsek Kota. Naufal sudah menjalani visum, dan kami menuntut agar pelaku segera ditangkap. Hukum harus ditegakkan,” jelasnya.
Saat gelar aksi, perwakilan massa kemudian diterima oleh Kasat Intelkam Polres Kediri Kota, Iptu Heryda Setia Mark Wembo, didampingi anggota Reskrim dan Propam di Gedung Wira Pratama.
"Kepolisian berjanji akan menindaklanjuti laporan tersebut dan melaporkannya kepada pimpinan untuk langkah berikutnya."
Lanjut setelah audiensi, Hanif kembali menegaskan bahwa hubungan antara kelompok jaranan dan pihak kepolisian tetap harmonis. Yang menjadi persoalan, katanya, bukan antara seniman dan aparat, melainkan ulah segelintir orang yang mabuk dan mencederai semangat kebersamaan dalam pertunjukan rakyat.
“Kami tidak bermasalah dengan polisi. Justru kami ingin penegakan hukum yang tegas. Jangan sampai tradisi jaranan yang jadi kebanggaan warga Kediri ternoda oleh perilaku orang mabuk yang bikin rusuh,” imbuh Hanif menutup pernyataannya.
Di tempat yang sama, hadir pula Ketua DPC GRIB (Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu) Iswahyudi, menambahkan GRIB JAYA Kabupaten Kediri akan terus menjadi pelopor pelestari budaya yang telah menjadi kearifan lokal budaya bangsa, tuturnya singkat.
Peristiwa di Jagalan ini menjadi pengingat bahwa seni dan budaya tradisional bukan sekadar hiburan, tapi ruang sakral yang menuntut rasa hormat. Di tengah gempita tabuhan gamelan, ada pesan moral yang bergema: bahwa keindahan budaya hanya bisa tumbuh di tanah yang dijaga oleh ketertiban dan keadilan.
Harapannya, kisah ini bukan sekadar berita tentang bentrok dan laporan polisi, ia adalah potret bagaimana kesenian rakyat berjuang mempertahankan martabatnya di tengah arus kekerasan dan ketidakdisiplinan. Di antara topeng barongan dan kuda lumping, masyarakat Kediri kembali diingatkan: menjaga budaya berarti juga menjaga akhlak dan ketenangan bersama, pungkas Moh. Hanif, pengasuh paguyuban.
Pewarta: Murianto
Editor: Harijono
Posting Komentar